BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam konsep otonomi daerah telah meletakkan prinsip-prinsip demokrasi dan partisipasi, demikian dibentuknya Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) sebagai penyelenggara pilkada diharapkan independen, jujur dan adil, dapat tercermin di dalam melaksanakan pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam praktek pemilihan bupati dan wakil bupati, pemilihan gubernur dan wakil gubernur di banyak daerah di Indonesia, menyimpan banyak masalah, dan realitasnya tidak sesederhana seperti dalam konsep otonomi maupun konsep pilkada langsung sebagaimana diharapkan oleh Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004. Persoalan yang timbul, antara lain disebabkan oleh penyelenggaraan KPU yang tidak independen, berpihak. Sosialisasi oleh KPU sangat kurang, Calon pasangan kepala daerah dan wakil kepala daerah menggunakan segala cara untuk memperoleh kemenangan, dan banyak lagi lainnya.
Fenomena pilkada sebagai suatu persoalan, terjadi di Kabupaten Lampung Utara yang pada tanggal 3 September 2008 melaksanakan pemilihan umum, dan di ikuti oleh 6 pasangan calon dan dimenangkan oleh Pasangan Nomor 6 melalui proses hukum yang panjang. Hingga sekarang ini masih menyimpan masalah terkait dengan status KPUD yang menjadi Tersangka tetapi belum diajukan kepersidangan.
Pemilihan Bupati dan wakil Bupati Kabupaten Lampung Utara, Semula di ikuti oleh 7 (tujuh) pasangan calon. Mendekati pelaksanaan kampanye peserta nomor urut 7 calon Bupati Hj.Zubaidah Hambali sakit dan meninggal dunia[1]. Meninggalnya Calon Bupati Nomor Urut 7 menimbulkan masalah pada kertas suara karena dalam kertas suara yang sudah di cetak peserta berjumlah 7 pasangan. Oleh karena itu Pleno KPUD yang dihadiri oleh Panitia Pengawas Pilkada, Partai pengusung, dan muspida menyepakati terhadap kertas suara diberi tanda silang dan dinyatakan batal bilamana ada yang mencoblos gambar pasangan nomor urut tujuh.
Pilkada yang dilaksanakan pada tanggal 3 September 2008 pada dasarnya telah berjalan lancar tertib dan aman, hal tersebut diketahui dari seluruh Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang dilaksanakan penghitungan suara oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS), disaksikan oleh masyarakat dan saksi-saksi dari pasangan calon yang hadir tidak ada yang keberatan terhadap penghitungan surat suara. Surat Suara yang sah dihitung dan Surat suara yang tidak sah dinyatakan batal.
Pelaksanaan pencoblosan dan penghitungan surat suara di Tempat Pemungutan Suara tanggal 3 September telah selesai semua. Oleh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) hasil penghitungan surat suara sah dan tidak sah dimasukkan dalam kotak yang berbeda dan disegel selanjutnya di antarkan ke Panitia Pemilihan Kecamatan untuk dilakukan Rekapitulasi.
Hasil Pleno Panitia Pemilihan Kecamatan disemua kecamatan tela berakhir (selesai) pada tanggal 6 September bila dijumlahkan semua hasil rekapitulasi PPK maka, pasangan yang unggul adalah pasangan Calon Nomor Urut 2, sebagaimana pula hasil pemantauan dan penghitungan oleh Desk Pilkada Pemda yang hasil perhitungan sementara disemua kecamatan yang unggul adalah pasangan calon nomor urut 2. KPUD tanggal 6 September 2008 itu pula melaksanakan rapat pleno, menyepakati untuk melakukan penghitungan ulang terhadap hasil rekapitulasi PPK mengenai surat suara tidak sah, dengan alasan bahwa terjadi ketidak konsistenan masyarakat di dalam pencoblosan surat suara sah dan tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1) huruf e UU Nomor 32 Tahun 2004 berdasarkan surat pengaduan salah satu partai pengusung Calon nomor urut 6.
Berdasarkan keputusan rapat pleno KPUD tanggal 6 september tersebut, tanggal 10 dan 11 September KPUD menghitung Ulang surat suara tidak sah untuk disahkan walaupun mendapat penolakan dari Panitia Pemilihan Kecamatan Panitia Pengawas Pilkada dan Pasangan Calon umumnya, tetapi KPUD Lampung Utara tetap melaksanakan penghitungan ulang yang dilakukan terhadap 7 kecamatan[2]. KPUD Kabupaten Lampung Utara melaksanakan penghitungan ulang dengan cara mengundang Pemilihan Kecamatan (PPK) untuk membuka kotak suara dan menghitung ulang surat suara tidak sah di tempat yang KPU telah sediakan.
Hasil Perhitungan ulang surat suara tidak sah selanjutnya oleh KPUD ditambahkan dengan hasil surat suara yang sah. Pada tanggal 14 September KPUD melaksanakan pleno rekapitulasi dan penetapan pemenang Pilkada. Karena KPUD melalui penghitungan ulang, telah menjumlahkan surat suara yang tadinya tidak sah kemudian disahkan melalui penghitungan ulang telah ditambahkan dengan surat suara yang sah, hasil penetapan PPK sekabupaten Lampung Utara, maka hasil penetapan, dpastikan merugikan pasangan calon nomor 2, karena memang tujuan KPUD bersama calon pasangan lain untuk berbuat seperti itu.
Penghitungan ulang oleh KPUD dilaporkan oleh Pasangan Calon nomor 2 kepada Panitia Pengawas Pilkada dan Kepolisian Resort Lampung Utara, oleh karenanya hingga kini kelima anggota KPUD bersatus sebagai Tersangka[3], dan terhadap penetapan KPUD yang memenangkan Pasangan Calon nomor 6, diajukan gugatan keberatan kepengadilan oleh Pasangan Calon nomor urut 2.
1.2. Permasalahan
Fokus permasalahan dalam penelitian ini mengenai masalah perhitungan ulang surat suara yang tidak sah yang dilaksanakan pada tanggal 10 dan 11 September 2008 di Gedung Kopti atau Gudang KPU Sribasuki Kotabumi, bukan di tempat dimana terjadi permasalahan berhubungan dengan pencoblosan yang dilakukan oleh pemilih di tempat pemungutan suara, atau permasalahan yang terjadi ditingkat PPK karena terjadi perbedaan perhitungan dari desa dan penghitungan oleh PPK di Kecamatan.
Penghitungan Ulang surat suara tidak sah yang dilaksanakan dengan mendasarkan pada Pasal 103 ayat (1) e, UU nomor 32 Tahun 2004, telah menimbulkan permasalahan yang mendasar bagi pelaksanaan pilkada langsung yang jujur adil dan demokratis. Oleh karena itu, permasalahannya dapat dirumuskan sebagai berikut :
- Bagaimanakah eksistensi Pasal 103 ayat (1) e dalam penerapan in konkreto peristiwa hukum pelaksanaan penghitungan ulang oleh KPUD ?
- Bagaimanakah relasinya Pasal 103 ayat (1) e UU nomor 32 Tahun 2004 dengan bekerjanya hukum oleh lembaga peradilan. ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Konsep Dasar Pilkada Langsung
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang merupakan penjabaran dari Undang Undang No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya terkait dengan pelaksanaan pemilihan dan pengangkatan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) secara langsung.
Seiring terbitnya peraturan pemerintah tersebut di atas[4], bulan Juni 2005 di beberapa propinsi dan kabupaten/kota di Indonesia untuk pertama kalinya melaksanakan pemilihan kepala daerah secara langsung[5]. Pilkada langsung oleh sebagian kalangan dianggap akan menjadi terapi bagi lahirnya suatu pemerintahan yang lebih baik.
Pilkada langsung sebagaimana diwujudkan dalam peraturan perundang-undangan tidak terlepas dari konsep otonomi daerah sebagai pilar demokrasi. Para ahli politik menyebut demokrasi sebagai pemerintahan yang dikuasai oleh rakyat. Atau dalam adagium yang populer, biasa disebut sebagai pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Bagaimanapun pilkada secara langsung merupakan proses pemilihan dengam model demokratis, yang lebih unggul ketimbang model oligarkhis dalam DPRD atau model birokratis yang diterapkan di era Orde Baru. Mau tidak mau model demokratis ini akan menyingkirkan model pemilihan oligarkis dan peran DPRD serta model birokratis dan peran secara kelembagaan TNI maupun birokrasi.
Ada beberapa keunggulan pilkada dengan model demokratis secara langsung[6]. Pertama, pilkada secara langsung memungkinkan proses yang lebih partisipatif, dengan melibatkan partisipasi masyarakat konstituen yang lebih luas, bukan sekadar melibatkan segelintir orang secara oligarkhis dalam DPRD. Partisipasi jelas akan membuka voice, akses dan kontrol masyarakat yang lebih kuat terhadap arena dan aktor yang terlibat dalam proses pilkada. Dengan bahasa yang lebih utopis, partisipasi secara langsung merupakan prakondisi untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam konteks politik dan pemerintahan. Kedua, proses partisipatif memungkinkan terjadinya kontrak sosial antara kandidat, partai politik dan konstituen. Kontrak sosial adalah sebuah proses yang mempertemukan antara visi kandidat dan mandat dari konstituen melalui mediasi partai politik. Kontrak sosial memang bukanlah tempat untuk mengobral janji, melainkan sebagai arena pembelajaran untuk memupuh akuntabilitas pemerintah lokal kepada masyarakat. Ketiga, proses pilkada secara langsung memberikan ruang dan pilihan yang terbuka bagi masyarakat konstituen untuk menentukan calon pemimpin mereka yang lebih hebat (memiliki kapasitas, integritas dan komitmen yang kuat) dan legitimate di mata masyarakat. Dengan demikian, pilkada secara demokratis-langsung ini akan memperkuat persetujuan (legitimasi), sehingga ke depan pemimpin baru itu mampu membuahkan keputusan-keputusan yang lebih fundamental dengan dukungan dan kepercayaan dari masyarakat luas[7].
Pilkada langsung, pada awal prosesnya ingin mengembalikan kesadaran berdemokrasi. Ini menjadi hakikat yang sesungguhnya. Pilkada langsung memberikan hak penuh kepada rakyat untuk menentukan siapa yang berhak untuk dijadikan pelayannya (kepala daerah), yang tentu diharapkan dapat menjadi pelayan masyarakat yang baik, bukan menjadi tukang perintah seperti tradisi pemerintahan sentralistik.
Pilkada langsung di daerah-daerah di Indonesia dimaksudkan untuk :
- mendapatkan pemimpin di daerah yang mempunyai akuntabilitas publik di tingkat lokal karena dengan pilkada langsung lembaga partai politik di tingkat nasional tidak lagi bisa menunjuk atau mengirimkan calonnya ke daerah.
- agar calon-calon pemimpin di daerah tidak hanya dipilih oleh sebagian elit partai politik tetapi oleh rakyat di daerah secara langsung. Kalau sebelumnya pemimpin di daerah hanya dipilih oleh segelintir elit politik lewat lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), maka dengan Pilkada langsung diharapkan partisipasi masyarakat di grass root level semakin bertambah dalam menentukan pejabat publik.
- pilkada dimaksudakan untuk mengembangkan kepemimpinan dari bawah atau bottom up. Pilkada diharapkan bisa mengembalikan hak rakyat untuk menentukan langsung pemimpinnya.
- dengan pilkada diharapkan rakyat lebih banyak berpartisifasi dalam urusan politik di tingkat local sehingga proses demokratisasi semakin tumbuh di masyarakat. Dengan Pilkada secara tidak langsung rakyat dididik untuk berpolitik yang lebih bertanggung jawab. Stabilitas politik di daerah diharapkan tercapai dan politik uang bisa dihilangkan.
Pilkada secara langsung dalam peraturan perundang-undangan di atur dalam Pasal 56 UU Nomor 32 Tahun 2004 yang berbunyi :
(1) Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
(2) Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik.
Lebih lanjut ditegaskan dalam Pasal 59 UU nomor 32 Tahun 2004 menyebutkan,:
(1) Peserta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah pasangan calon yang diusulkan secara berpasangan oleh partai politik atau gabungan partai politik.
(2) Partai politik atau gabungan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) dari jumlah kursi DPRD atau 15% (lima belas persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilihan Umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.
(3) Partai politik atau gabungan partai politik wajib membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi bakal calon perseorangan yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dan selanjutnya memproses bakal calon dimaksud melalui mekanisme yang demokratis dan transparan.
(4) Dalam proses penetapan pasangan calon partai politik atau gabungan partai politik memperhatikan pendapat dan tanggapan masyarakat.
(5) Partai politik atau gabungan partai politik pada saat mendaftarkan pasangan calon, wajib menyerahkan:
- surat pencalonan yang. ditandatangani oleh pimpinan partai politik atau pimpinan partai politik yang bergabung;
- kesepakatan tertulis antar partai politik yang bergabung untuk mencalonkan pasangan calon;
- surat pernyataan tidak akan menarik pencalonan atas pasangan yang dicalonkan yang ditandatangani oleh pimpinan partai politik atau para pimpinan partai politik yang bergabung;
- surat pernyataan kesediaan yang bersangkutan sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah secara berpasangan;
- surat pernyataan tidak akan mengundurkan diri sebagai pasangan calon;
- surat pernyataan kesanggupan mengundurkan diri dari jabatan apabila terpilih menjadi kepala daerah atau wakil kepala daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
- surat pernyataan mengundurkan diri dari jabatan negeri bagi calon yang berasal dari pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;
- surat pernyataan tidak aktif dari jabatannya bagi pimpinan DPRD tempat yang bersangkutan menjadi calon di daerah yang menjadi wilayah kerjanya;
- surat pemberitahuan kepada pimpinan bagi anggota DPR, DPD, dan DPRD yang mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah;
- kelengkapan persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58; dan
- naskah visi, misi, dan program dari pasangan calon secara tertulis.
(6) Partai politik atau gabungan. partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat mengusulkan satu pasangan calon dan pasangan calon tersebut tidak dapat diusulkan lagi oleh partai politik atau gabungan partai politik lainnya.
(7) Masa pendaftaran pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak pengumuman pendaftaran pasangan calon.
2.2 Pengaturan Penyelenggaraan Pilkada Langsung
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
2.2.1 Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD)
Dalam Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 menyebutkan :
(1) Pemilihan diselenggarakan oleh KPUD[8].
(2) Dalam menyelenggarakan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, KPUD Provinsi menetapkan KPUD Kabupaten/kota sebagai bagian pelaksana tahapan penyelenggaraan pemilihan.
(3) Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas,rahasia, jujur, dan adil.
(4) Dalam pelaksanaan pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPUD bertanggung jawab kepada DPRD.
Pasal 5 meneyebutkan, KPUD sebagai penyelenggara pemilihan mempunyai tugas dan wewenang:
- merencanakan penyelenggaraan pemilihan,
- menetapkan tata cara pelaksanaan pemilihan sesuai dengan tahapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan;
- mengkoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan pelaksanaan pemilihan;
- menetapkan tanggal dan tata cara pelaksanaan kampanye, serta pemungutan suara pemilihan;
- meneliti persyaratan Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang mengusulkan calon;
- meneliti persyaratan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang diusulkan;
- menetapkan pasangan calon yang telah memenuhi persyaratan;
- menerima pendaftaran dan mengumumkan tim kampanye;
- mengumumkan laporan sumbangan dana kampanye;
- menetapkan hasil rekapitulasi penghitungan suara dan mengumumkan hasil pemilihan;
- melakukan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pemilihan;
- membentuk PPK, PPS, dan KPPS dalam wilayah kerjanya; dan
- menetapkan kantor akuntan publik untuk mengaudit dana kampanye dan mengumumkan hasil audit.
Pasal 6 menegaskan KPUD sebagai penyelenggara pemilihan berkewajiban:
- memperlakukan pasangan calon secara adil dan setara;
- menetapkan standarisasi serta kebutuhan barang dan jasa yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilihan berdasarkan peraturan perundang-undangan;
- menyampaikan laporan kepada DPRD untuk setiap tahap pelaksanaan pemilihan dan menyampaikan informasi kegiatannya kepada masyarakat;
- memelihara arsip dan dokumen pemilihan serta mengelola barang inventaris milik KPUD berdasarkan peraturan perundangundangan;
- mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran kepada DPRD;
- melaksanakan semua tahapan pemilihan tepat waktu.
Pasal 7
(1) Dalam menyelenggarakan pemilihan, KPUD kabupaten/kota membentuk PPK, PPS, dan KPPS.
(2) Pembentukan panitia pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 21 (dua puluh satu) hari sejak pemberitahuan DPRD.
Pasal 8
KPUD kabupaten/kota sebagai bagian pelaksana tahapan penyelenggara pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur mempunyai tugas dan wewenang :
- merencanakan pelaksanaan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur di kabupaten/kota;
- melaksanakan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur di kabupaten/kota;
- menetapkan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari seluruh PPK dalam wilayah kerjanya, membuat berita acara, dan sertifikat hasil penghitungan suara;
- membentuk PPK, PPS, dan KPPS dalam wilayah kerjanya;
- mengkoordinasikan kegiatan panitia pelaksana pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dalam wilayah kerjanya;
- menerima pendaftaran dan mengumumkan Tim Kampanye Pasangan Calon di kabupaten/kota; dan
- melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh KPUD Provinsi.
2.2.2 Panitia Pemilihan Kecamatan
Panitia Pemilihan Kecamatan sebagaimana Pasal 9 ayat (1) dan (2) dibentuk oleh KPUD dan berkedudukan di kecamatan. Tugas dan wewenangnya adalah :
- mengumpulkan hasil penghitungan suara dari seluruh TPS, melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari seluruh PPS dalam wilayah kerjanya, membuat berita acara, dan sertifikat hasil penghitungan suara;
- membantu tugas-tugas KPUD dalam melaksanakan pemilihan.
Pasal 10
(1) Anggota PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), sebanyak 5 (lima) orang berasal dari tokoh masyarakat yang independen.
(2) Anggota PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diangkat dan diberhentikan oleh KPUD kabupaten/kota atas usul Camat.
(3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPK dibantu oleh sekretariat yang dipimpin oleh Sekretaris dari Pegawai Negeri Sipil yang ditunjuk oleh Camat.
(4) Pegawai sekretariat PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (3), adalah pegawai kecamatan yang jumlahnya sesuai kebutuhan dan kemampuan keuangan.
(5) Kepala Sekretariat dan personil sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diangkat dan diberhentikan oleh Camat atas usul PPK.
(6) Tugas PPK dan sekretariat PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) berakhir 1 (satu) bulan setelah pemungutan suara.
2.2.3 Panitia Pemungutan Suara
Pasal 11
(1) Panitia Pemungutan Suara berkedudukan di desa/kelurahan.
(2) PPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tugas dan wewenangnya,
- melakukan pendaftaran pemilih;
- mengangkat petugas pencatat dan pendaftar;
- menyampaikan daftar pemilih kepada PPK;
- melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari seluruh TPS dalam wilayah kerjanya dan membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara; dan
- membantu tugas PPK.
(3) Anggota PPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebanyak 3 (tiga) orang berasal dari tokoh masyarakat yang independen.
(4) Anggota PPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diangkat dan diberhentikan oleh PPK atas usul Kepala Desa/Kelurahan.
(5) Dalam melaksanakan tugas PPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibantu oleh Sekretariat yang diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Desa/Kelurahan.
(6) Pegawai sekretariat PPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5), adalah pegawai Desa/Kelurahan yang jumlahnya sesuai kebutuhan dan kemampuan keuangan.
(7) Tugas PPS dan sekretariat PPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4) berakhir 1 (satu) bulan setelah pemungutan suara.
2.2.4 Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS)
Dalam Pasal 12 menyebutkan
(1) Anggota KPPS sebanyak 7 (tujuh) orang.
(2) KPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertugas melaksanakan pemungutan suara dan penghitungan suara di TPS.
(3) Untuk melaksanakan tugas KPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), di setiap TPS diperbantukan petugas keamanan dari satuan pertahanan sipil/ perlindungan masyarakat sebanyak 2 (dua) orang.
(4) KPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berkewajiban membuat berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara untuk disampaikan kepada PPS.
2.2.5 Panitia Pengawas Pilkada
Panitia pengawas pernilihan mempunyai tugas dan wewenang:
a. mengawasi semua tahapan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah;
b. menerima laporan pelanggaran peraturan perundang-undangan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah;
c. menyelesaikan sengketa yang timbul dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah;
d. meneruskan temuan dan laporan yang tidak dapat diselesaikan kepada instansi yang berwenang; dan
d. mengatur hubungan koordinasi antar panitia pengawasan pada semua tingkatan.
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1. Tujuan
Berdasarkan perumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk :
- Menjelaskan secara kritis tentang fenomena Pilkada Lampung Utara, khususnya pelaksanaan Penghitungan Ulang Surat Suara tidak sah berdasarkan Pasal 103 ayat (1) huruf e dan dalam kaitannya dengan bekerjanya hukum positif.
- Menjelaskan segi hukum dan bekerjanya lembaga hukum dalam menyelesaikan perkara yang di sebabkan oleh penghitungan ulangh surat suara tidak sah ole KPUD.
3.2. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat di peroleh dari hasil penelitian ini adalah :
- Sebagai kajian hukum bagi akademisi dan praktisi menjelaskan kebenaran yuridis dengan hukum positif yang berlaku.
- Sebagai perspektif pemecahan masalah dengan paradigma hukum murni di tengah ketidakteraturan hukum yang berlaku.
BAB IV
METOE PENELITIAN
4.1 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatifif atau legal research[9], yaitu penelitian terhadap bahan hukum primer dan dokumen lainnya dengan pendekatan legal positivistik hukum murni Han Kelsen.[10] Maksudnya agar dapat diketemukan peraturan hukum yang benar bagi suatu peristiwa atau perkara in concreto yang sedang berlangsung, sehingga Isi peraturan hukum yang diketemukan dapat menjelaskan dan dapat diterapkan secara konkrit tidak samar. Peristiwa penghitungan ulang suara tidak sah dalam pelaksanaan Pilkada tanggal 10 dan 11 September 2008 oleh KPUD dinyatakan sah sesuai dengan UU No.32 Tahun 2004 jo Peratauran Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 di lain sisi hukum positif yang berlaku melalui lembaga peradilan yang kompeten menetapkan kelima anggota KPUD sebagai Tersangka dan oleh Pengadilan Tinggi diputuskan penghitungan ulang tidak sah, meskipun oleh Mahkamah Agung dinyatakan sah penghitungan ulang.
Pendekatan Legal reseach dalam paradigm legal positivistik hukum murni[11] berusaha mengungkap segi hukum penghitungan ulang dan bekerjanya hukum oleh peradilan ditinjau dari hukum sebagai aturan yanag terpisah dari politik kekuasaan dan lain sebagainya melalui inventarisasi hukum positif yang berlaku secara in abstracto, dengan maksud sebagai premis mayor terhadap premis minor dari peristiwa atau perkara yang relevan dengan premis mayor tersebut.
4.2 Lokasi Penelitian
Karena penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan, yaitu penelitian terhadap data sekunder, dan terhadap bahan hukum primer, sekunder dan tersier, maka aktivitas tidak berada pada tempat penelitian, melainkan secara substansi berfokus pada struktur peraturan hukum dan penjelasan hukum peraturan maupun dokumen-dokumen yang diteliti.
4.3 Sumber Data
Sumber data dalam bentuk Data Sekunder, yaitu bahan yang berasal dari buku-buku referensi, majalah ilmiah hukum, jurnal penelitian, arsip, dokumen pribadi dan dokumen resmi. Sedangkan Bahan hukum primer berasal dari Peraturan Perundang-undangan yang relevan dengan peristiwa yang berlangsung yaitu :
- UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
- UU Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Pemilu.
- Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
- Keputusan KPUD Lampung Utara Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
- Keputusan Pengadilan,
- Surat-surat, dan lain sebagainya.
4.4 Analisis Data
Fokus analisis adalah mendiaganosis dan berkonsultasi secara kritis terhadap seperangkat norma-norma hukum positif yang berlaku, di awali dengan melakukan inventarisasi hukum positif yang berlaku in abstracto yang berfungsi sebagai asumsi dasar untuk memahami dan mengurai permasalahan yang ada, selanjutnya membuat deskripsi melalui pengujian terhadap konsep atau teori yang sudah ada yang berlaku pada situasi konkrit.
Analisis yang digunakan untuk mendeskripsikan tentang aspek hukum dan bekerjanya hukum dalam peristiwa penghitungan ulang analisis silogisme sehingga di dapat sebuah konklusi tentang hukum yang seharusnya bekerja menyelesaikan masalah dalam perhitungan ulang pilkada Kabupaten Lampung Utara.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Rangkaian peristiwa hukum terkait dilaksanakannya penghitungan Ulang Surat suara tidak sah.
- Pada Tanggal 9 Juli 2008 KPUD Kabupaten Lampung Utara menetapkan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Lampung Utara priode 2008-2013 melalui rapat pleno, calon Bupati Dan Wakil Bupati ditetapkan nomor urut sebagai berikut:
NO NAMA PASANGAN CALON BUPATI DAN WAKIL BUPATI
- Syahrul Jamal Bunga Masyang,SE – Drs.Azhar Ujang Salim
- Bachtiar Basrie,SH.MM – Slamet Haryadi,SH.M.Hum
- Drs. Suhardi – Mardani Umar,SH
- Sumanto,Spd – Edrin Indra Putra.S.Sos,MM
- Dr. Djauhari Mujib – Ahmad Mujib,S.Ag
- Drs. Zainal Abidin,MM – Rohimat Aslan
- Hj. Zubaidah Hambali – Subhan Efendi,SH
- Pada tanggal 24 Juli 2008 KPUD Kabupaten Lampung Utara mengeluarkan Keputusan Nomor 20/SK/KPU.KAB.LU/VII/2008 tentang Pedoman Tata Cara Pelaksanaan Pemungutan dan penghitungan suara Pemilihan Umum Kepala Daerah Dan Wakil Kepala daerah di tempat pemungutan suara.
- Pada tanggal 21 Agustus 2008, salah seorang Calon Bupati Nomor Urut 7 (Tujuh) Hj. Zubaidah Hambali, yang di usung Partai Golkar meningal dunia sehinga menyebabkan pasangan calon nomor urut 7 (Tujuh) gugur. Oleh KPUD Kabupaten Lampung Utara pada tanggal 26 Agustus 2008 dlaksanakan pleno, melalui berita acara nomor 270/339/KPU.LU/VIII/2008 tentang pemberian tanda silang pada gambar psangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah, berisikan ;
a) Pemberian tanda silang pada surat suara tanda gambar pasangan calon nomor urut 7 (Tujuh)
b) Pemberian tanda silang sebagaimana huruf a diatas menggunakan spidol warna hitam, dan dilakukan oleh KPPS dihadapan pemilih yang sekaligus dilakukan penandatangan oleh KPPS, dan surat suara tersebut diberikan kepada pemilih dalam keadaan terlipat.
c) Apabila terjadi pemilih masih ada yang mencoblos tanda gambar pasangan calon nomor urut 7 (Tujuh), makasuara tersebut dianggap batal.
d) Suarat suara yang batal sebagaimana huruf c dimasukan kedalam kotak suara tidak sah.
- Pada tanggal 3 September telah dilaksanakan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten lampung utara bersamaan dengan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Propinsi Lampung. Pencoblosan dan penghitungan di tingkat TPS diseluruh Kabupaten berjalan lancar tidak ada masalah yang terjadi. Hasil Pencoblosan dan Penghitungannya oleh KPPS dimasukkan ke kotak suara dan diserahkan kepada Panitia Pemilihan Kecamatan untuk dilakukan rekapitulasi.
- Pada tanggal 4,5 dan 6 september 2008 seluruh PPK se-Kabupaten Lampung Utara melaksanakan rekapitulasi penghitungan suara. Tanggal 6 September seluruh PPK selesai melaksanakan pleno rekapitulasi penghitungan suara dan hasil rekapitulasi dalam kotak suara diserahkan semua ke KPUD Lampung Utara, kecuali PPK Kecamatan Kotabumi yang menyerahkan tanggal 7 September 2008, (copy rekapitulasi hasil penghitungan suara 23 PPK dan copy tanda terima penyerahan berkas rekapitulasi 23 PPK. Hasil pleno rekapitulasi oleh masing-masing PPK sebagai berikut :
No |
Nama Pasangan Calon Bupati/Wakil Bupati |
Jumlah Suara |
1 |
Syahrul Jamal Bunga Mayang,SE-Drs. Azhar Ujang Salim,MM |
13.749 |
2 |
Bachtiar Basrie,SH.MM – Slamet Haryadi,SH.M.Hum |
99.300 |
3 |
Drs. Suhardi – Mardani Umar,SH |
35.922 |
4 |
Sumanto,Spd – Edrin Indra Putra.S.Sos |
5.249 |
5 |
Dr. Djauhari Mujib – Ahmad Mujib,S.Ag |
28.519 |
6 |
Drs. Zainal Abidin,MM – Drs. Rohimat Aslan |
98.793 |
- Pada tanggal 6 september 2008 KPUD Kabupaten Lampung Utara melaksanakan rapat pleno yang menghasilkan Berita Acara Rapat Pleno Nomor : 270/346/KPU.KAB.LU/IX/2008 tentang penegasan Masalah Surat Suara yang dinyatakan Sah atau Tidak Sah.
- Pada tanggal 6 September 2008 KPUD Kabupaten Lampung Utara kembali mengadakan rapat pleno dengan hasil Berita Acara Rapat pleno 270/346/KPU.KAB.LU/IX/2008 tentang penghitungan ulang terhadap surat suara yang dinyatakan tidak sah oleh KPPS.
- Gerakan Koalisi Lampung Utara bersatu (GILAS) pengusung pasangan calon nomor urut 6, melayangkan surat permohonan penghitungan ulang terhadap suara tidak sah ke KPUD Lampung Utara, dengan alasan bahwa banyaknya surat suara yang dicoblos ke nomor 6 (enam) tembus ke nomor 7 (tujuh) sedangkan dilipat dan berada dibalik nomor urut 6 (enam)) , GILAS mengatakan seharusnya surat suara sah karena yang dicoblos pemilih adalah nomor urut 6 (enam).
- Pada tanggal 8 dan 9 September KPUD Kabupaten Lampung Utara mengundang Tim Kampanye masing-masing Calon untuk menghadiri Penghitungan Ulang Surat Suara Tidak Sah untuk disahkan.
- Pada tanggal 10 s/d 11 September 2008 KPUD Kabupaten Lampung Utara melaksanakan penghitungan ulang terhadap surat suara tidak sah dalam kotak suara di TPS-TPS pada 7 PPK (Kecamatan) yaitu :
- Kecamatan Kotabumi
- Kecamatan Abung Selatan
- Kecamatan Abung Kunang
- Kecamatan Abung Timur
- Kecamatan Abung Semuli
- Kecamatan Abung Tengah
- Kecamatan Abung Surakarta
yang tesrimpan dalam gedung KPUD Kabupaten Lampung Utara (Gedung KOPTI Sribasuki Kecamatan Kotabumi).
Panitia Pengawas Pilkada Kabupaten Lampung Utara yang mendapat undangan menghadiri, tidak menghadiri acara dimaksud dengan alasan menyalahi undang-undang.
Penghitungan ulang semula hanya dihadir 5 PPK, 3 PPK menolak penghitungan ulang dan 2 PPK meminta untuk menghadiri KPPS, para anggota PPK oleh KPUD Kabupaten Lampung Utara diminta membuat berita acara yang memberikan wewenang kepada KPUD Kabupaten Lampung Utara untuk menghitung ulang kotak suara tidak sah. 5 PPK yang semula menolak penghitungan ulang, tiba-tiba melaksnakanan pembukaan kotak suara dan melakukan penghitungansuara tidak sah pada 7 PPK, sedangkan Panwas Pilkada Kabupatedan Lampung Utara secara tegas menolak dan tidak menyetujui penghitungan ulang.
Saksi pasangan calon nomor urut 2 (Dua) dan saksi pasangan calon nomor urut 5 (lima) juga secara tegas menolak dilaksanakannya penghitungan ulang, serta saksi-saksi tersebut diatas meninggalkan tempat penghitungan ulang. (cd 5 PPK rapat pleno menolak penghitungan ulang dan rekaman video penghitungan ulang suara tidak sah.
- Bahwa dalam penghitungan ulang surat suara tersebut, juga dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penghitungan ulang, antara lain dilakukan oleh pegawai secretariat KPUD Kabupaten Lampung Utara dan oknum-oknum yang tidak berkepentingan. Penghitungan ulang suara tidak sah dilakukan dengan cara tidak sah pula mencoblos kertas suara batal dicoblos tembus supaya sah.
- Pada tanggal 11 september 2008 Koalisi Lampung Utara Bersatu (KLUB) (Pengusung pasangan Calon Nomor urut 2 ) telah melakukan aksi damai dengan diikuti 5.000 orang dengan mendatangi Kantor Bupati Lampung Utara., dan bertemu dengan Bupati Lampung Utara beserta unsur Muspida Plus Kabupaten Lampung Utara. Muspida Plus Kabupaten Lampung Utara yang terdiri dari Bupati Lampung Utara, Kapolre Lampung Utara, Kepala Kejaksaan Negeri Kotabumi, Komandan Kodim 0412 / Lampung Utara, Ketua Pengadilan Negeri Kotabumi, Komandan KIMAL dan Ketua Pengadilan Agama Kotabumi, pertemuan tersebut menghasilkan pernyataan bersama untuk menunda/menghentikan penghitungan ulang.
- Pada tanggal 11 September 2008, Panitia Pengawas Pilkada Kabupaten Lampung Utara Melaporkan kepada Kapolres Lampung Utara perihal Laporan Dugaan Tindak Pidana Pilkada.
- Koalisi Lampung Utara Bersatu melalui OKTA KORPIKA melaporkan kepada Polres Lampung Utara tentang terjadinya Pelanggaran Pilkada oleh KPUD.
- KPUD Kabupaten Lampung Utara tetap melanjutkan penghitungan ulang srat suara tidak sah meskipun berbagai pihak (Bupati Lampung Utara dan Muspida Plus, Panwas Pilkada Lampung Utara telah memperingati dan meminta hal tersebut di hentikan).
- Pada tanggal 14 september 2008 KPUD Kabupaten Lampung Utara melakukan Rapat pleno rekapitulasi jumlah suara pasangan calon yang kemudian dituangkan kedalam keputusan KPUD Kabupaten Lampung Utara Nomor 31/SK/KPU.LU/2008 tentang penetapan dan pengumuman hasil rekapitulasi penghitungan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten Lampung Utara, dengan perincian hasil sebagai berikut :
No |
Nama Pasangan Calon Bupati/Wakil Bupati |
Jumlah Suara |
1 |
Syahrul Jamal Bunga Mayang,SE-Drs. Azhar Ujang Salim,MM |
13.769 |
2 |
Bachtiar Basrie,SH.MM – Slamet Haryadi,SH.M.Hum |
99.421 |
3 |
Drs. Suhardi – Mardani Umar,SH |
35.981 |
4 |
Sumanto,Spd – Edrin Indra Putra.S.Sos |
5.271 |
5 |
Dr. Djauhari Mujib – Ahmad Mujib,S.Ag |
28.460 |
6 |
Drs. Zainal Abidin,MM – Drs. Rohimat Aslan |
100.125 |
- Dalam rapat pleno yang dilaksanakan oleh KPUD Kabupaten Lampung Utara tersebut, banyak diajukan keberatan oleh para saksi dari pasangan calon tentang penghitungan surat suara, tetapi sama sekali tidak mendapatkan tanggapan dari KPUD Kabupaten Lampung Utara, keberatan para saksi tersebut adalah mengenai jumlah perolehan suara masing-masing pasangan calon yang tidak sesuai dengan perolehan suara yang terdapat dalam berita acara dan rekapitulasi perolehan suara dari PPK, dan keberatan lainnya, yaitu hasil perolehan suara dari kotak suara yang dihitung ulang oleh KPUD Kabupaten Lampung Utara.
- Pada tanggal 15 September 2008 pasangan calon nomor Urut 2 (Dua) melalui kuasa hukumnya melayangkan permohonan keberatan terhadap penghitungan Suara hasil pemilihan Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Lampung Utara kepada :
- Pengadilan Tinggi Tanjung Karang melalui Pengadilan Negeri Kotabumi
- Mahkamah Agung Republik Indonesia melalui Pengadilan Negeri Kotabumi
- Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
- Tanggal 10 Oktober 2008 Polda Lampung menetapkan 5 Anggota KPUD Lampung Utara sebagai ‘Tersangka” Tindak Pidana pelanggaran Pilkada. Kejaksaan Tinggi telah menyampaikan kepada Kapolda bahwa berkas Pelanggaran Pilkada ole h KPUD telah lengkap.
- Pada hari senin 13 Oktober 2008 Pengadilan Tinggi Tanjung Karang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Hj. Maulida,SH bertempat di jalan Cut Mutia No. 42 Teluk Betung Bandar Lampung di gelar Pemacaan Putusan oleh Majelis Hakim Memutuskan dengan mengabulkan Gugatan Pasangan calon nomor urut 2 ( Hi. Bachtiar Basrie,SH.MM – Slamet Haryadi,SH.M.Hum ).
- Tanggal 19 Oktober Mahkamah Agung Melimpahkan kewenangan mengadili perkara Pilkada kepada Mahkamah Konstitusi.
- Mahkamah Agung RI memberikan register Peninjauan Kembali (PK) sengketa Pilkada Lampung Utara dari KPU Lampung Utara berdasarkan surat tanggal 11 Nocember 2008 dengan register nomor 33/PK/KPUD/2008 tanpa hari dan tanggal yang kewenangannya telah dilimpahkan kepada Mahkamah Konstitusi.
- Pada Tanggal 23 Desembe 2008 Mahkama Agung membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi.
- Putusan PK Mahkamah Agung Tanggal 23 Deseember 2008 banyak kesalahan fatal.
- Tanggal 23 Desember 2008, Polda melimpahkan berkas perkara ke Kejaksaan Tinggi Lampung atas nama M. Tio Aliansyah dkk (Anggota KPUD Lampung Utara) dengan No Pol : BP/02/XII/SAT-I/ 2008/Dit Reskrim tertanggal 16 Desember 2008, dalam perkara Tindak pidana dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seseorang pemilih menjadi tidak berharga atau menyebabkab pasangan calon tertentu mendapatkan tambahan suara, atau perolehan suaranya berkurang, merusak atau mengilangkan hasil pemungutan suara yang sudah di segel, mengubah hasil penghitungan suara, dan atau berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara, dan tindak pidana yang dilakukan dengan sengaja oleh penyelenggara sebagaimana di maksud dalam Pasal 118 ayat (1 & 4 ) dan Pasal 119 UU RI Nomor 2 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
- Pada tanggal 12 Januari 2009 Tim Advokasi Bachtiar-Slamet mengajukan Penolakan Terhadap Putusan MA RI Nomor 33/PK/KPUD/2008 tanggal 19 Desember 2008 tentang Sengketa Pilkada Lampung Utara, dengan materi surat.
- Pada tanggal 2 Maret 2009, Mahkamah Agung memutuskan PK yang diajukan oleh Bachtiar Slamet tidak Diterima.
- Pada tanggal 27 Februari 2009 Kejaksaan Tinggi Lampung Memberi Tahu kepada Kapolda Lampung bahwa Penyidikan Perkara Pidana a.n.Tio Aliansyah sudah lengkap.
- Saat ini perkara pidana oleh Polda berkas dan tersangkanya belum dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Lampung untuk diajukan ke pedrsidangan.
Dari uraian Pasal baik yang bersumber dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ataupun dari Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005, maka pelaksanaan penghitungan ulang terhadap surat suara tidak sah di dasarkan karena adanya.
- Pengaduan Gilas tanggal 6 september 2008 tentang adanya pencoblosan yang inkonsistensi oleh pemilih terhadap surat suara yang sah dan yang tidak sah, yakni nomor enam tembus nomor tujuh.
- Rapat Pleno KPU tanggal 6 September yang menetapkan tanggal 10 dan 11 September 2008 Penghitungan Ulang.
5.2 Eksistensi Hukum Pasal 103 Ayat (1) huruf e
Penghitungan Ulang di dalam penyelenggaraan Pilkada dibenarkan karena di atur dalam UU nomor 32 Tahun 2004 jo Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2005. Pasal-pasal yang mengatur tentang penghitungan ulang. Akan tetapi Penghitungan ulang surat suara tidak dapat dilaksanakan tanapa adanya sebab yanag menjadi dasar penghitungan ulang itu sendiri. Oleh karena tiu sangat jelas dasar dan alasan sebagai berikut :
Di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 secara jelas pada Pasal 103 :
(1) Penghitungan ulang surat suara di TPS dilakukan apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan terbukti terdapat satu atau lebih penyimpangan sebagai berikut:
- penghitungan suara dilakukan secara tertutup;
- penghitungan suara dilakukan di tempat yang kurang penerangan cahaya;
- saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warga masyarakat tidak dapat menyaksikan proses penghitungan suara secara jelas;
- penghitungan suara dilakukan di tempat lain di luar tempat dan waktu yang telah ditentukan; dan/atau
- terjadi ketidak konsistenan dalam menentukan surat suara yang sah dan surat suara yang tidak sah.
(2) Penghitungan ulang surat suara dilakukan pada tingkat PPS apabila terjadi perbedaan data jumlah suara dari TPS.
(3) Penghitungan ulang surat suara dilakukan pada tingkat PPK apabila terjadi perbedaan data jumlah suara dari PPS.
(4) Apabila terjadi perbedaan data jumlah suara pada tingkat KPU Kabupatean/kota, dan KPU Provinsi, dilakukan pengecekan ulang terhadap sertifikat rekapitulasi, hasil penghitungan suara pada 1 (satu) tingkat di bawahnya.
Pasal 104
(1) Pemungutan suara di TPS dapat diulang apabila terjadi kerusuhan yang mengakibatkan hasil pemungutan suara tidak dapat digunakan atau penghitungan suara tidak dapat dilakukan.
(2) Pemungutan suara di TPS dapat diulang apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan Panitia Pengawas Kecamatan terbukti terdapat satu atau lebih dari keadaan sebagai berikut:
- pembukaan kotak suara dan/atau berkas pemungutan dan penghitungan suara tidak dilakukan menurut tata cara yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
- petugas KPPS meminta pemilih memberi tanda khusus, menandatangani, atau menulis nama atau alamatnya pada surat suara yang sudah digunakan;
- lebih dari seorang pemilih menggunakan hak pilih lebih dari satu kali pada TPS yang sama atau TPS yang berbeda;
- petugas KPPS merusak lebih dari satu surat suara yang sudah digunakan oleh pemilih sehingga surat suara tersebut menjadi tidak sah; dan/atau.
- lebih dari seorang pemilih yang tidak terdaftar sebagai pemilih mendapat kesempatan memberikan saara pada TPS.
Pasal 105
Penghitungan suara dan. pemungutan suara ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 dan Pasal 104 diputuskan oleh PPK dan dilaksanakan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sesudah hari pemungutan suara.
Dalam Pasal 90 PP Nomor 6 Tahun 2006
(1) Penghitungan ulang surat suara di TPS dilakukan apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan terbukti terdapat satu atau lebih penyimpangan :
a. penghitungan suara dilakukan secara tertutup;
b. penghitungan suara dilakukan di tempat yang kurang penerangan cahaya;
c. saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warga masyarakat tidak dapat menyaksikan proses penghitungan suara secara jelas;
d. penghitungan suara dilakukan di tempat lain di luar tempat dan waktu yang telah ditentukan; dan/atau
e. terjadi ketidak konsistenan dalam menentukan surat suara yang sah dan surat suara yang tidak sah.
(2) Penghitungan ulang surat suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada tingkat PPS, apabila terjadi perbedaan data jumlah suara dari TPS.
(3) Penghitungan ulang surat suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada tingkat PPK, apabila terjadi perbedaan data jumlah suara dari PPS.
(4) Apabila terjadi perbedaan data jumlah suara pada tingkat KPUD Kabupaten/Kota, dan KPUD Provinsi dalam perhitungan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pengecekan ulang terhadap sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara pada 1 (satu) tingkat di bawahnya.
Pasal 91
(1) Pemungutan suara di TPS dapat diulang apabila terjadi kerusuhan yang mengakibatkan hasil pemungutan suara tidak dapat digunakan atau penghitungan suara tidak dapat dilakukan.
(2) Pemungutan suara di TPS dapat diulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan Panitia Pengawas Kecamatan terbukti terdapat satu atau lebih dari keadaan:
- pembukaan kotak suara dan/atau berkas pemungutan dan penghitungan suara tidak dilakukan menurut tata cara yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
- petugas KPPS meminta pemilih memberi tanda khusus, menandatangani, atau menulis nama atau alamatnya pada surat suara yang sudah digunakan;
- lebih dari seorang pemilih menggunakan hak pilih lebih dari satu kali, pada TPS yang sama atau TPS yang berbeda;
- petugas KPPS merusak lebih dari satu surat suara yang sudah digunakan oleh pemilih sehingga surat suara tersebut menjadi tidak sah; dan/atau
- lebih dari seorang pemilih yang tidak terdaftar sebagai pemilih, mendapat kesempatan memberikan suara pada TPS.
Pasal 92
Penghitungan suara dan pemungutan suara ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 dan Pasal 91, diputuskan oleh PPK dan dilaksanakan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sesudah hari pemungutan suara.
Eksistensi Pasal 103 ayat (1) huruf e dalam kaitannya dengan penerapan hukum oleh KPUD, penting dikemukakan analisisnya, Untuk itu perlu diungkap peraturan hukum in abastrakso yang dijadikan dasar pelaksanaan peraturan yang benar, setelah meninggalnya salah satu pasangan Calon Nomor urut 7 (Zubaidah Hambali) adalah Sebagai berikut :
- Berdasarkan Berita Acara Rapat Pleno KPU Kabupaten Lampung Utara Nomor : 270/339/KPU.KAB.LU/VIII/2008 tanggal 26 Agustus 2008 tentang Pemberian tanda silang pada gambar Pasangan Calon Kepala Daerah dan Calon Wakil Kepala Daerah, secara tegas menyatakan bahwa apabila pemilih masih ada yang mencoblos tanda gambar pasangan calon nomor urut 7 (tujuh), maka suara tersebut dianggap batal.
- Penghitungan Ulang Surat Suara, hanya boleh dilakukan di TPS.
- Penghitungan Ulang Surat Suara, hanya boleh dilakukan apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan terbukti terdapat satu atau lebih penyimpangan sebagai berikut :
- Penghitungan Suara dilakukan secara tertutup.
- Penghitungan Suara dilakukan ditempat yang kurang cahaya.
- Saksi Pasangan Calon, Panwas, Pemantau dan Warga Masyarakat tidak dapat menyaksikan penghitungan suara secara jelas.
- Penghitungan Suara dilakukan ditempat diluar tempat dan waktu yang telah ditentukan. Dan / atau terjadi ketidak konsistenan dalam menentukan suara yang sah dan tidak sah. (Pasal 103 ayat (1) UU 32/2004.jo Pasal 90 ayat (1) PP Nomor 6 Tahun 2005
Bahwa menurut hukum, “Surat Suara dinyatakan sah, apabila tanda coblos HANYA terdapat pada 1 (satu) kotak segi empat yang memuat satu pasangan calon atau dalam satu kotak segi empat yang memuat nomor, foto, dan nama satu pasangan calon atau lebih dari satu t a p i masih dalam satu kotak segi empat yang memuat nomor, foto, dan nama satu pasangan calon”. (Pasal 95 huruf b UU No.32 tahun 2004 Jo. pasal 82 huruf b PP No. 6 tahun 2005). Sedangkan alasan Protes dan Permohonan Penghitungan ulang Surat Suara Tidak Sah yang diajukan oleh GILAS dan saksi PPK dari Pasangan Calon Nomor Urut 6 (enam), adalah coblosan yang berada pada 2 (dua) kotak segi empat yang berbeda, yang memuat 2 (dua) pasangan calon, dan memuat 2 (dua) nomor serta memuat 2 (dua) foto dan memuat 2 (dua) nama pasangan calon yang berbeda, yaitu pasangan calon nomor urut 6 (enam) dan pasangan calon nomor urut 7 (tujuh). Oleh karenanya demi hukum, maka Surat Suara yang dicoblos pada 2 (dua) kotak segi empat yang berbeda, yang memuat 2 (dua) pasangan calon, dan memuat 2 (dua) nomor serta memuat 2 (dua) foto dan memuat 2 (dua) nama pasangan calon yang berbeda, adalah batal dan atau tidak sah.
- i. Bahwa menurut hukum, Protes atau Keberatan yang dapat diajukan oleh GILAS dan saksi PPK tersebut diatas, adalah Protes / Keberatan terhadap jalannya penghitungan suara di TPS oleh PPK, yaitu apabila penghitungan Suara itu dilakukan menyimpang dari peraturan perundang-undangan. Dan yang diprotes itu adalah terhadap hasil Rekapitulasi Penghitungan Surat Suara dan / atau bukan terhadap keabsahan Surat Suara. (vide pasal 97 Jo. pasal 98 UU No.32 tahun 2004 Jo. pasal 85 ayat (3) PP No. 6 tahun 2005).
- ii. Bahwa oleh karena Protes dan Permohonan Penghitungan ulang terhadap Surat Suara yang diajukan oleh GILAS dan saksi PPK dari pasangan calon nomor urut 6 (enam) tidak dilakukan di TPS dan bukan terhadap jalannya penghitungan suara, maka demi hukum, Protes atau Keberatan serta Permohonan Penghitungan Ulang Surat Suara tersebut, adalah tidak sah karena tidak beralasan menurut hukum,
Berdasarkan analisis terhadap Pasal 103 ayat (1) huruf e di atast diatas, maka tidak ada alasan yang kuat Pasal 103 ayat (1) huruf e di jadikan dasar penghitungan suara tidak sah terhadap surat suara apalagi yang tidak sah yang telah masuk kedalam kotak dan dalam keadaan disegel, yang dilakakukan hanya berdasarkan Protes dan Permohonan dari Pasangan Calon Nomor Urut 6 (enam) dengan menggunakan alasan terjadi ketidak konsistenan di dalam pencoblosan terhadap suara yang sah dan tidak sah. Oleh karena itu pasal 103 ayat (1) huruf e, eksistensinya hanya dapat diterapkan terhadap peristiwa konkrit yang terjadi di tempat dilaksanakannya pemungutan suara seperti di TPS ataupun di tingkat PPK. Dalam peristiwa penghitungan oleh KPUD di Gedung Kopti atau Gudang KPUD maka eksistensi Pasal 103 ayat (1) huruf e sangat lemah dan menimbulkan aspek hukum yang tidak baik bagi pelaksanaan pilkada langsung, jujur dan demokratis serta berkepastian hukum.
5.3 Pelaksanaan Penghitungan Ulang Surat Suara Tidak Sah
Pelaksanaan Penghitungan ulang surat suara tidak sah berdasarkan surat undangan yang disampaikan KPUD kepada Panitia Pemilihan Kecamatan dan Tim Kampanye Masing-masing Pasangan Calon adalah tanggal 9 dan tanggal 10 September 2008. Sedangkan Pelaksanaan Penghitungan ulang itu sendiri pada tanggal 10 dan 11 Septrember 2008. Dengan kata lain hanya dengan jangka 1 (satu) hari saja undangan KPUD kepada PPK untuk melaksanakan Penghitungan ulang.
Pelaksanaan berdasarkan undangan yang seharausnya hadir adalah 23 PPK dari semua kecamatan yang setiap orang berjumlah 5 orang. Kenyataannya yang hadir hanya dari 5 kecamatan dan tidak lengkap PPKnya. Meskipun mendadak muncul PPK dan tidak lengkap melaksanakan penghitungan ulang pada hari pertama tanggal 10 September yaitu Abung Surakarta, Abung Selatan, Abung Semuli. Sedangkan Hari Kedua tanggal 11 September 2008 Kecamatan Kotabumi, Abung Tengah, Abung Kunang dan Abung Timur.
Pelaksanaan Penghitungan ulang Oleh Panitia Pengawas Pilkada lembaga yang kompeten mengawasi pelaksanaan pilkada, dianggap bertentangan dengan hukum oleh karenanya dilaporkan ke Polres Lampung Utara dengan Suratnya tanggal 9 September 2008. Demikian oleh Pasangan Calon nomor 2, nomor 5 pelaksanaan penghitungan ulang ditolak karena tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Hasil Penghitungan Ulang surat suara tidak sah tanggal 10 dan tanggal 11 September 2008 tersebut selanjutnya oleh KPUD dikumulasikan dengan hasil suara sah, diperoleh dari rekapitulasi penghitungan surat suara yang sah pada tanggal 4,5 dan 6 september 2008. Berdasarkan penjumlahan yang diperoleh dari Rekapitulasi penghitungan surat suara sah oleh PPK dan Penghitungan ulang surat suara tidak sah pada tanggal 10 dan 11 September. KPUD pada tanggal 14 September 2008 melaksanakan rapat Pleno tentang rekapitulasi dan pengumuman dan penetapan pemenang Pilka Lampung Utara yang menimbulkan penolakan dari calon nomor 2 dan Penolakan dari Panwas Pilkada Lampung Utara.
Hasil dari pelaksanaan penghitungan ulang telah menimbulkan segi hukum bagi pelaksanaan Pilkada, yakni Laporan Panwas Pilkada ke Polres Lampung Utara bahwa Penghitungan ulang perbuatan pelanggaran pidana pemilu. Aspek hukum pidana terbukti dengan bekerjanya polisi di dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan dengan memberikan status kelima Anggota KPUD sebagai Tersangka dan saat ini dalam proses pelimpahan ke Kejaksaan Tinggi.
Aspek Hukum lainnya, oleh Pasangan Calon Nomor urut 2 diajukan gugatan ke Mahkamah Agung yang dalam prosesnya diajukan dan di delegasikan ke Pengadilan Tinggi, telah membatalkan Putusan KPUD Lampung Utara. Putusan PT Nomor 01/KPUD/2008.
5.4 Aspek Hukum Penghitungan Ulang
Alasan terjadi ketidak-konsistenan di dalam pencoblosan surat suara sah dan tidak sah sehingga dilaksanakan penghitungan ulang didasarkan sebagaimana Pasal 103 ayat (1) huruf e Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 yang berbunyi :
(1) Penghitungan ulang surat suara di TPS dilakukan apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan terbukti terdapat satu atau lebih penyimpangan sebagai berikut :
- a. Penghitungan suara dilakukan secara tertutup ;
- b. Penghitungan dilakukan ditempat yang kurang penerangan cahaya ;
- c. Saksi pasangan calon, panbitia pengawas, pemantau dan warga masyarakat tidak dapat menyaksikan proses penghitungan suara secara jelas ;
- d. Penghitungan suara dilakukan ditempat lain diluar tempat dan waktu yang telah ditentukan dan atau;
- e. Terjadi ketidak-konsistenan dalam menentukan surat suara yang sah dan surat suara yang tidak sah;
Penerapan Pasal 103 ayat (1) huruf e oleh penyelenggara Pilkada (KPUD) dengan cara melaksanakan penghitungan ulang yang dilakukan di Gedung Kopti (gudang penyimpanan kotak suara KPUD), prosedurnya dilakukan dengan cara mengundang Panitia Pengawas Kecamatan Saksi pasangan calon dan saksi-saksi di PPK.
Oleh karena itu bila yang dimaksud Pasal 103 ayat (1) e tanpa ada ketentuan hukum yang mengatur lebih lanjut tentang penghitungan ulang tersebut, secara hukum dibenarkan dan sah. Akan tetapi sebagaimana eksistensi Pasal 103 ayat (1) huruf e harus di kaitkan dengan aturan hukum sebagaimana diatur dalam pasal 103 ayat (2), ayat (3),dan ayat (4) yang bunyinya secara tegas adalah sebagai berikut :
Ayat (2) Penghitungan ulang surat suara dilakukan pada tingkat PPS apabila terjadi perbedaan data jumlah suara dari TPS;
Ayat (3) Penghitungan ulang surat suara dilakukan pada tingkat PPK apabila terjadi perbedaan data jumlah suara dari PPS; dan
Ayat (4) Apabila terjadi perbedaan data jumlah suara pada tingkat KPU Kabupaten/Kota, dan KPU Prropinsi dilakukan pengecekan ulang terhadap sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara pada 1 (satu) tingkat di bawahnya ;
Oleh karena itu, meneliti dan mempelajari pasal 103 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) hukumnya sangat jelas bahwa KPU telah menyalahi tatacara penghitungan ulang, dan KPUD telah melampui kewenangan penyelenggara di tingkat bawahnya yang telah dilaksanakan seperti KPPS telah menghitung surat suara, dan dalam penghitungan tidak ada yang keberatan baik dari saksi dan masyarakat tentang adanya kesalahan di dalam pencoblosan antara surat suara sah dan tidak sah. Oleh karena itu hasil Penghitungan suara dimasukkan kotak dan dikirimkan ke Panitia Pemilihan Kecamatan oleh Panitia Pemungutan surara tingkat desa/kelurahan.
Bahwa ditingkat Rekapitulasi dan penghitungan suara oleh Panitia Pemilihan Kecamatan juga dilaksanakan secara wajar tidak ada yang keberatan terhadap hasil penghitungan surat suara ditingkat TPS oleh karena itu pada ganggal 6 September semua berita acaraq rekap telah diserahkan kepada KPUD.
Bahwa bila permasalahannya terjadi ditingkat KPUD, kenyataannya KPUD belum melaksanakan rekapitulasi penghitungan suara, dengan kata lain Pasal 103 ayat (1), (2), (3), (4) tidak cocok atau tidak sesuai dengan kehendak KPUD melaksanakan Penghitungan ulang di Gedung Kopti tersebut.
Bahwa Terhadap Pelaksanaan penghitungan ulang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 jelas mempunyai segi hukum yang merugikan bagi pasangan calon yang mengikuti pilkada yaitu :
- Penghitungan ulang menyebabkan suara pasangan calon lain ada yang berkurang dan ada yang bertambah.
- Bahwa karena pelaksanaan penghitungan ulang tidak sejalan dengan maksud undang-undang, maka dalam Pasal 118 dan 119 UU Nomor 32 Tahun 2004 jelas memberikan ancaman terhadap KPUD atas pelaksanaan penghitungan ulang sebagai berikut :
Pasal 118
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak berharga atau menyebabkan Pasangan calon tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suaranya berkurang, diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan sengaja merusak atau menghilangkan hasil pemungutan Suara yang sudah disegel, diancam dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) bulan atau paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan paling tianyak Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
(3) Setiap orang yang karena kelalaiannya menyebabkan rusak atau hilangnya hasil pemungutan suara yang sudah disegel, diancam dengan pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) hari dan paling lama 2 (dua) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
(4) Setiap orang yang dengan sengaja mengubah hasil penghitungan suara dan/atau berita acara daa sertifikat hasil penghitungan suara, diancam dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 119
Jika tindak pidana dilakukan dengan sengaja oleh penyelenggara atau pasangan calon, ancaman pidananya ditambah 1/3 (satu pertiga) dari pidana yang diatur dalam Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, dan Pasal 118.
Pasal 106[12]
(1) Keberatan terhadap penetapan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah hanya dapat diajukan oleh pasangan calon kepada Mahkamah Agung dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah penetapan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.
(2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berkenaan dengan hasil penghitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon.
(3) Pengajuan keberatan kepada Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud, pada ayat (1) disampaikan kepada pengadilan tinggi untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah provinsi dan kepada pengadilan negeri untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten/kota.
(4) Mahkamah Agung memutus sengketa hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling lambat 14 (empat belas) hari sejak diterimanya permohonan keberatan oleh pengadilan Negeri/Pengadilan Tinggi/ Mahkamah Agung.
(5) Putusan Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bersifat final dan mengikat.
(6) Mahkamah Agung dalam melaksanakan kewenangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mendelegasikan kepada Pengadilan Tinggi untuk memutus sengketa hasil penghitungan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten dan kota.
(7) Putusan Pengadilan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) bersifat final.
Pasal 118 dan Pasal 119 UU Nomor 32 Thun 2004 memiliki segi hukum pidana terhadap perbuatan KPUD yang melaksanakan penghitungan ulang. Sedangkan Pasal 106 memiliki segi hukum perdata khusus yaitu Pengadilan dapat memeriksa dan mengadili keputusan KPUD didalam menyelenggarakan KPUD.
Arsip Surat notulen Rapat Penyelenggara pilkada (KPUD) tanggal 6 September 2008 yang menjadi dasar dikeluarkannya 2 (dua) Surat Keputusan Pleno tanggal 6 September 2008 nomor 270/346/KPU-KAB/IX/2008 Tentang Penegasan Masalah Surat Suara yang dinyatakan SAH dan TIDAK SAH, dan nomor 270/347/KPU.KAB LU/IX/2008 tentang Penghitungan Ulang Terhadap Surat Suara yang dinyatakan TIDAK SAH oleh KPPS. Maka pada kenyataan yang telah terjadi adalah ketidak-konsistensian penyelenggara dalam melaksanakan pilkada.
Meneliti dan mempelajari dokumen rapat pleno dan terbentuknya keputusan Pleno tanggal 6 September 2008 tentang Penegasan Masalah Surat Suara yang dinyatakan Sah dan Tidak Sah, maka seharusnya penghitungan ulang terkait dengan perkara tersebut adalah penghitungan ulang terhadap ketidak-konsistensian pencoblosan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tersebut :
“Suara untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dinyatakan sah apabila”
- a. surat suara ditandatangani oleh Ketua KPPS dan
- b. Tanda coblos hanya terdapat pada 1 (satu) kotak segi empat yang memuat satu pasangan calon,atau
- c. Tanda coblos terdapat dalam salah satu kotak segi empat yang memuat nomor, foto dan nama pasangan calon yang telah ditentukan; atau
- d. tanda coblos lebih dari satu, tetapi masih di dalam salah satu kotak segi empat yang memuat, foto dan nama pasangan calon, atau
- e. tanda coblos terdapat pada salah satu garis kotak segi empat yang memuat nomor, foto dan nama pasangan calon.
Demikian pula dalam Pasal 82 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah mengatur hal yang sama dengan ketentuan Pasal 95 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, serta ketentuan KPU Propinsi Lampung terkait dengan surat suara sah dan tidak sah yang telah membuat Keputusan nomor 270/370/KPU LPG/VIII/2008 tanggal 27 Agustus 2008; dengan kata lain masalah konsistensi terdapat dalam ruang lingkup pasal-pasal dan ketentuan tersebut di atas.
Penyelenggara Pilkada (KPUD) mendasarkan ketidak-konsistensian berdasarkan pada keberatan yang disampaikan oleh surat Gerakan Koalisi Lampung Utara Sejahtera (Gilas) Parpol Pengusung Calon Pasangan Nomor 6 tangal 6 September 2008, tetapi peristiwa hukumnya tidak secara jelas, di tempat pemungutan suara mana terjadi inkonsistensi, berapa surat suara yang inkonsistensi, sehingga alasan penghitungan ulang surat suara tidak sah karena terjadi ketidak-konsistenan di dalam pencoblosan menjadi suatu yang abstrak dan tidak jelas kebenarannya, karena dari keenam saksi dari masing-masing pasangan calon hanya saksi Nomor Urut 6 yang keberatan sedangkan saksi yang lain tidak keberatan.
Seharusnya Kewenangan untuk melakukan tindakan hukum terlebih dahului ada pengaduan dari Panitia Pengawas Pilkada untuk menentukan dengan berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan untuk disampaikan kepada KPU, bukannya KPUD secara langasung langsung mengambil alih atau menerima langsung pengaduan tersebut. Bahwa yang menjadi tidak logis adalah semua saksi tidak ada yang keberatan terhadap perhitungan yang telah dilaksanakan ditingkat TPS maupun PPK, tiba-tiba setelah semua mengumpulkan berita acara rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat PPK kepada KPU. KPU melakukan bukan menyiapkan untuk rekapitulasi hasil penghitungan di tingkat KPUD tetapi justru mengadakan penghitungan ulang suara tidak sah.
Dari uraian di atas, Aspek hukum pelaksanaan penghitungan ulang surat suara tidak sah yang hanya mendasarkan pada surat Pengaduan Gilas, bukan persoalan yuridis, melainkan sebagai upaya sistematis dan terstruktur agar KPUD secara politis yuridis mendapat alasan prosedural melakukan penghitungan ulang. Tetapi pada intinya kepentingan politis KPUD telah menggunakan peraturan hukum in abstrakto untuk diterapkan dalam pelaksanaan penghitungan ulang.
Mempelajari dokumen Berita Acara Rekapitulasi Hasil Penghitungan suara oleh PPK dari semua kecamatan bila dijumlahkan, maka berdasarkan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara oleh 23 PPK se Kabupaten Lampung Utara, KPUD mengetahui yang unggul dalam perolehan suara adalah calon poasangan nomor urut 2, dengan memperoleh 99.300 suara, dibandingkan pasangan calon Nomor Urut 6 yang memperoleh 98.793 suara.
Selain KPUD dan Tim Kampanye Pasangan Nomor 2 yang mengetahui bahwa tanggal 6 September hasil perolehan sementara Pilkada Lampung Utara sudah diketahui adalah Desk Pilkada Pemda Lampung Utara dan Panwas Pilkada Lampung Utara bahwa Pasangan calon nomor urut 2 yang unggul. Oleh karena itu dapatlah disimpulkan bahwa aturan hukum yang mengatur tentang penghitungan ulang telah di abaikan oleh KPUD dan KPUD tidak independen dalam melaksanakan pilkada Lampung Utara.
5.5 Bekerjanya Hukum
Akibat hukum dari pelaksanaan penghitungan ulang adalah Penetapan Pemenang Pilkada oleh KPUD, yaitu calon pasangan nomor 6. Ketetapan KPUD tersebut oleh Calon Pasangan nomor urut 2 diajukan keberatan dengan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi dan Pengadilan Tinggi. Gugatan yang diajukan kepada Mahkamah Konstitusi di Jakarta tidak dapat diterima dengan alasan Mahkamah Agung belum melimpahkan perkara sengketa pilkada ke Mahkamah Konstitusi.
Gugatan keberatan diajukan ke Pengadilan Tinggi berdasrkan ketentuan Pasal 106 UU nomor 32 Tahun 2004 yang berbunyi sebagai berikut :
(1) Keberatan terhadap penetapan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah hanya dapat diajukan oleh pasangan calon kepada Mahkamah Agung dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah penetapan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.
(2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berkenaan dengan hasil penghitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon.
(3) Pengajuan keberatan kepada Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud, pada ayat (1) disampaikan kepada pengadilan tinggi untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah provinsi dan kepada pengadilan negeri untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten/kota.
(4) Mahkamah Agung memutus sengketa hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling lambat 14 (empat belas) hari sejak diterimanya permohonan keberatan oleh pengadilan Negeri/Pengadilan Tinggi/ Mahkamah Agung.
(5) Putusan Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bersifat final dan mengikat.
(6) Mahkamah Agung dalam melaksanakan kewenangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mendelegasikan kepada Pengadilan Tinggi untuk memutus sengketa hasil penghitungan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten dan kota.
(7) Putusan Pengadilan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) bersifat final.
Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan Terhadap Penetapan Hasil Pilkada dan Pilwakada dari KPUD Propinsi dan KPUD Kabupaten/Kota menegaskan dalam:
Pasal 2 ayat (5) Mahkamah Agung atau Pengadilan Tinggi memutus permohonan keberatan pada tingkat pertama dan terakhir.
Pasal 3 ayat (5) Keberatan yang diajukan oleh Pemohon atau kuasa hukumnya wajib menguraikan dengan jelas dan rinci tentang; a. Kesalahan dari Penghitungan suara yang diumumkan oleh KPUD dan hasil suara penghitungan yang benar menurut Pemohon; b. Permintaan untuk membatalkan hasil penghitungan suara yang diumumkan KPUD dan menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut Pemohon.”
Pasal 4 Ayat (6) Putusan Mahkamah Agung dan Putusan Pengadilan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), (3), (4) dan ayat (5) bersifat final dan mengikat.
Dalam Pasal 106 ayat (2) keberatan hanya berkaitan dengan hasil penghitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon. Peraturan hukum yang sangat limitatif tersebut menyebabkan kesulitan bagi lembaga peradilan (Majelis Hakim) untuk menegakkan hukum secara benar dalam mengungkap kebenaran yang ada dari peristiwa yang timbul dalam sengketa pilkada. Dalam artian majelis hakim tidak lebih memeriksa angka-angka yang dihitung dan direkapitulasi oleh KPUD, dari mana asal usul dan sebab-sebab diperolehnya tidak termasuk kewenangan hakim.
Hakim sangat terbatas hanya melihat keberatan yang tertulis yang mempengaruhi pasangan calon. Dalam perkara yang diperiksa dan di putus oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi, dapat dikemukakan sebagai berikut :
Bahwa hasil penelitian terhadapi amar putusan Pengadilan Tinggi Tanjungkarang Nomor 01/Pdt/PKD/2008/PT.TK tanggal 13 Oktober 2008 , berbunyi sebagai berikut :
1) Mengabulkan permohonan keberatan Pemohon Hi. Bachtiar Basri,SH.,MM dan Slamet Haryadi,SH.,M.Hum. untuk sebagian;
2) Menyatakan bahwa Berita Acara Rapat Pleno Nomor 270/347/KPU.KAB.LU/IX/2008 Tentang Penghitungan Ulang Terhadap Surat Suara adalah Tidak sah;
3) Menyatakan bahwa penghitungan ulang yang dilakukan oleh Termohon dari tanggal 10 sampai dengan 11 September 2008 adalah Tidak sah;
4) Menyatakan hasil Perolehan Suara Pemohon Berdasarkan Berita Acara dan Rekapitulasi hasil Perolehan Suara dari 23 PPK memperoleh 99.300 suara (35,28%) dan Pasangan Calon Nomor urut 6 memperoleh 98.703 suara (35.07%) adalah sah;
5) Membatalkan Keputusan Termohon Nomor 31/SK-KPU.KAB.LU/2008 Tanggal 14 September 2008 tentang Penetapan dan Pengumuman Hasil Rekapitulasi Penghitungan Suara Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Lampung Utara;
6) Menetapkan Hasil Rapat Pleno 23 PPK se-Kabupaten Lampung Utara dalam bentuk Berita Acara Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Tingkat Kecamatan yang dibuat tanggal 3,4,5,6 September 2008 sebagai berikut
- a. Pasangan Calon Nomor Urut 1 Hi. Syahrul Jamal Bunga Mayang, SE – Drs. Hi. Azhar Ujang Salim, MM total memperoleh 13.794 suara;
- b. Pasangan Calon Nomor Urut 2 Hi. Bachtiar Basri, SH. MM. – Slamet Haryadi, SH. M.Hum. total memperoleh 99.300 suara;
- c. Pasangan Calon Nomor Urut 3 Drs. Hi. Suhardi – Hi. Mardani Umar, SH. Total memperoleh 35.922 suara;
- d. Pasangan Calon Nomor Urut 4 H. M. Sumanto, S.Pd. – Edrin Indra Putra, S.Sos. MM. total memperoleh 5.249 suara;
- e. Pasangan Calon Nomor Urut 5 Dr. Hi. Djauhari Thalib, M.Kes – Ahmad Mujib, S.Ag. total memperoleh 28.519 suara;
- f. Pasangan Calon Nomor Urut 6 Drs. Hi. Zainal Abidin, MM. – Drs. Hi. Rohimat Aslan total memperoleh 98.793 suara ;
adalah sebagai hasil perhitungan suara yang benar dan sah menurut hukum.
7) Menolak Permohonan Pemohon untuk yang lain dan selebihnya.
8) Membebankan beaya perkara kepada Termohon tersebut, yang telah
Meskipun dari amar tampak telah sesuai, akan tetapi majelis hakim tinggi dalam memberikan pertimbangan terhadap amar angka ke enam tentang hasil rekapitulasi tidak didasarkan pada bukti rekapitulasi PPK yang diajukan oleh Pemohon keberatan, melainkan mendasarkan bukti yang diajukan oleh Pemohon berdasarkan bukti hasil Desk Pilkada Lampung Utara.
Hal ini dapat dimaklumi karena kewenangan hakim dalam memeriksa kasus pilkada, termasuk menghitung menjumlah bukan kewenangan majelis Hakim, hal tersebut menjadi kewenangan KPUD sehingga untuk menerapkannya dengan mendasarkan pada hasil desk Pilkada Lampung Utara.
Pertimbangan ini yang selanjutnya menjadi dasar KPUD mengajukan Penbinbjauan Kembali kepada Mahkamah Agung dengan alasan Majelis Hakim Tinggi telah keliru menetapkan hasil pilkada berdasarkan Desk Pilkada Lampung Utara.
Bahwa Bekerjanya hukum ditingkat Mahkamah Agung dalam kaitannya dengan prosedur dan tahapan pemeriksaan hingga diputuskan oleh Majelis Hakim Agung sebagaimana diajukan oleh KPUD dalam pembahasan hasil penelitian dapat dikemukakan sebagai berikut :
- Panitera/Sekretaris Pengadilan Tinggi Tanjungkarang tertanggal 28 NOPEMBER 2008 Nomor W9-U/1624/HT.04.10/XI/2008 berkas perkara Pilkada Lampung Utara Nomor 01/Pdt/PKD/2008/PT.TK. tanggal 13 Oktober 2008 dikirimkan kepada Ketua Mahkamah Agung RI ;
- b. Bahwa dengan suratnya kepada Ketua Pengadilan Tinggi Tanjungkarang tertanggal 11 Desember 2008 Nomor 2025/Reg.KPUD/XII/33 PK/KPUD/2008, Panitera Muda Perdata Khusus Mahkamah Agung yang isi suratnya adalah :
”Dengan ini diberitahukan, bahwa putusan Pengadilan Tinggi Tanjungkarang No. 01/Pdt/PKD/2008/PT.TK. tanggal 18 September 2008 antara KOMISI PEMILIHAN UMUM DAERAH (KPUD) KABUPATEN LAMPUNG UTARA melawan HI. BACHTIAR BASRI, SH.MH,DK. Yang dimohonkan pemeriksaan Peninjauan Kembali berdasarkan Surat Pengantar Saudara tanggal 28 November 2008 No. W9-U/1624/HT.04.10/XI/2008 telah diterima Mahkamah Agung.”
”Bahwa perkara tersebut telah didaftarkan dengan Nomor Register 33 PK/KPUD/2008.”
Sebagaimana telah diketahui umum, perkara Nomor 33 PK/KPUD/2008 tersebut diputus oleh Mahkamah Agung pada tanggal 19 DESEMBER 2008;
- c. Bahwa prosedur pemeriksaan di tingkat Mahkamah Agung, urut-urutan proses pemeriksaan perkara di Mahkamah Agung adalah :
– berkas perkara diterima di Mahkamah Agung
– perkara diregister di Mahkamah Agung
– penetapan majelis hakim pemeriksa perkara
– anggota majelis hakim yang sudah ditetapkan itu secara bergiliran membaca berkas perkara, yang lazim disebut Pembaca 1, Pembaca 2 dan seterusnya.[13]
Dengan demikian isi surat Panitera Muda Perdata Khusus Mahkamah Agung kepada Ketua Pengadilan Tinggi Tanjungkarang tertanggal 11 Desember 2008 Nomor 2025/Reg.KPUD/XII/33 PK/KPUD/2008, berkas perkara Nomor 33 PK/KPUD/2008 tersebut baru dibaca oleh Majelis Hakim Agung yang ditetapkan untuk memeriksa perkara tersebut pada tingkat peninjauan kembali paling cepat adalah sama dengan tanggal surat Panitera Muda Perdata Khusus Mahkamah Agung tersebut yaitu tanggal 11 Desember 2008. Majelis Hakim Agung yang ditetapkan untuk memeriksa perkara Nomor 33 PK/KPUD/2008 tersebut terdiri dari 5 (lima) orang hakim agung yaitu : 1. Paulus E.Lotulung, 2. Imam Subechi, 3. HM. Nya’ Pa 4. Achmad Sukardja, 5. Mansyur Kertayasa, yang rata-rata usianya sudah tidak muda lagi, karena rata-rata mereka adalah hakim senior.
Dalam Logika hukum yang berlaku, berkas perkara Nomor 33 PK/KPUD/2008 mulai diperiksa oleh Majelis Hakim Agung tersebut pada tanggal 11 Desember 2008 yang bertepatan dengan hari Kamis dan kemudian diputus pada tanggal 19 Desember 2008 yang bertepatan dengan hari Jumat. Di antara hari Kamis 11 Desember 2008 dengan hari Jumat 19 Desember 2008 terdapat 2 (dua) hari libur yaitu Sabtu 13 Desember 2008 dan Minggu 14 Desember 2008 dengan demikian kesempatan Majelis Hakim Agung untuk memeriksa berkas perkara Nomor 33 PK/KPUD/2008 tersebut hanya tersedia sebanyak 6 (enam) hari kerja yaitu 11 dan 12 Desember 2008 dilanjutkan 15, 16, 17 dan 18 Desember 2008 dan kemudian pada 19 Desember 2008 putusan itu diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum selain itu berkas perkara Nomor 33 PK/KPUD/2008 tersebut tidaklah tipis melainkan tebal.
Memahami dan mencermati Majelis Hakim Agung pemeriksa perkara tersebut yang terdiri dari 5 (lima) orang dan dengan demikian berarti masing-masing hakim agung kebagian waktu hanya 1 (satu) hari sebagai Pembaca 1, Pembaca 2 dan seterusnya untuk mempelajari perkara Nomor 33 PK/KPUD/2008 tersebut yang relatif tebal berkasnya, maka pemeriksaan perkara tidak di dasarkan pada pemeriksaan yang fair dan adil, kakecuali tidak masuk akal sehat, juga adalah nyaris mustahil untuk diperolehnya putusan yang seadil-adilnya dalamrena bekerjanya hukum sangat-sangat terbatas serta mendesak sedemikian itu. Oleh karena itu akibat putusan Nomor 33 PK/KPUD/2008 tersebut dibuat secara tergesa-gesa, dalam kondisi dan situasi yang waktunya sangat-sangat terbatas serta mendesak sedemikian itu maka terjadilah sejumlah kesalahan dan kejanggalan yang selama ini nyaris tidak pernah terjadi dalam suatu putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Berkas perkara dan perkara yang diperiksa dan diputus Nomor 33 PK/KPUD/2008 adalah perkara sengketa Pilkada Kabupaten Lampung Utara, dalam perkataan lain, perkara tersebut bukan perkara perceraian dan bukan pula perkara hubungan industrial, Bahwa meskipun perkara Nomor 33 PK/KPUD/2008 adalah perkara Pilkada akan tetapi di dalam putusannya tertanggal 19 Desember 2008 tersebut ditulis dan terbaca antara lain sebagai berikut :
”Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 4 Nopember 2008 kemudian oleh pihak lawannya telah diajukan jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Tinggi Tanjungkarang pada tanggal 18 Nopember 2008;”
Menyangkut pertimbangan hukum yang dikutip di atas, sama sekali tidak bisa dikatakan sebagai kesalahan ketik belaka yang tidak mempengaruhi putusan Nomor 33 PK/KPUD/2008 tanggal 19 Desember 2008 tersebut. Dari kutipan pertimbangan hukum sebagaimana tersebut di atas dihubungkan dengan sejumlah kesalahan dan kejanggalan lainnya, baik di dalam pertimbangan hukum maupun amar putusan Nomor 33 PK/KPUD/2008 tanggal 19 Desember 2008 tersebut, pertimbangan hukum yang dikutip membuktikan bahwa Majelis Hakim Agung yang memeriksa dan memutus perkara Nomor 33 PK/KPUD/2008 telah mengambil/menggunakan/mengutip pertimbangan hukum untuk/dalam perkara lain (yang bukan perkara sejenis yaitu sengketa Pilkada tetapi perkara hubungan industrial!) dalam memeriksa dan memutus perkara sengketa Pilkada Nomor 33 PK/KPUD/2008 tersebut.
Konsekuensi yuridis dari pertimbangan hukum ”copy paste” sedemikian itu adalah perkara sengketa Pilkada Lampung Utara yang diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tinggi Tanjungkarang adalah perkara Nomor 01/Pdt.PKD/2008/PT.TK. tanggal 13 Oktober 2008, akan tetapi yang dibatalkan oleh Majelis Hakim Agung tingkat peninjauan kembali dalam perkara Nomor 33 PK/KPUD/2008 tanggal 19 Desember 2008 yang dibatalkan adalah putusan Pengadilan Tinggi Tanjungkarang Nomor 01/Pdt.PKD/2008/PT.TK. tanggal 18 September 2008.
Oleh karena Majelis Hakim Agung tingkat peninjauan kembali dalam perkara Nomor 33 PK/KPUD/2008 tersebut melakukan copy paste pertimbangan hukum dalam/untuk perkara lain yang bukan sejenis (pertimbangan hukum untuk perkara hubungan industrial, bukan sengketa Pilkada) yang oleh mereka digunakan dalam/untuk pertimbangan hukumnya dalam memeriksa perkara sengketa Pilkada Nomor 33 PK/KPUD/2008 maka berarti Majelis Hakim Agung telah benar-benar melakukan unprofessional conduct, suatu perbuatan yang melanggar Kode Etik Hakim.
Dalam yurisprudensi tetap Mahkamah Agung RI, jika amar suatu putusan lembaga Pengadilan yang lebih tinggi kedudukannya menguatkan ataupun sebaliknya membatalkan putusan lembaga Pengadilan yang lebih rendah kedudukannya maka harus disebutkan Nomor dan Tanggal putusan yang dikuatkan atau sebaliknya dibatalkan.[14] Nomor dan tanggal dari putusan lembaga Pengadilan tingkatan yang lebih rendah yang dikuatkan atau sebaliknya dibatalkan oleh lembaga Pengadilan tingkatan yang lebih tinggi itu harus pas, tidak boleh berbeda. Oleh karena itu yang dibatalkan oleh Majelis Hakim Agung dengan putusannya Nomor 33 PK/KPUD/2008 tanggal 19 Desember 2008 adalah putusan Pengadilan Tinggi Tanjungkarang Nomor 01/Pdt.PKD/2008/PT.TK. tangal 18 September 2008. Menurut M. Yahya Harahap[15], yang pernah bertahun-tahun lamanya menjadi Hakim Agung pada Mahkamah Agung RI, adalah merupakan suatu prinsip bahwa suatu putusan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah antara pertimbangan dengan amar. Oleh karena itu mengenai putusan Pengadilan Tinggi Tanjungkarang Nomor 01/Pdt.PKD/2008/PT.TK. tertanggal 13 Oktober 2008 akan tetapi yang dibatalkan oleh/dengan putusan Mahkamah Agung Nomor 33 PK/KPUD/2008 tanggal 19 Desember 2008 adalah Putusan Pengadilan Tinggi Tanjungkarang Nomor 01/Pdt.PKD/2008/PT.TK. tertanggal 18 September 2008, hal itu tidak dan tidak bisa dianggap dan digolongkan sebagai sekedar kesalahan ketik belaka.
Sebagaimana dikatakan M.Yahya Harahap, pada dasarnya setiap putusan yang dijatuhkan pengadilan harus ditulis menurut kata-kata sesuai dengan huruf yang sebenarnya ; putusan yang lalai menuliskan kata-kata sesuai dengan huruf yang sebenarnya dikualifikasi sebagai putusan yang mengandung kesalahan penulisan atau pengetikan (clerical error).[16]
Mengenai kutipan bagian pertimbangan hukum putusan Mahkamah Agung Nomor 33 PK/KPUD/2008 yang menyatakan bahwa ”tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 4 Nopember 2008 kemudian oleh pihak lawannya telah diajukan jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Tinggi Tanjungkarang pada tanggal 18 Nopember 200”, pendapat M. Yahya Harahap, sangat jelas bahwa hal sedemikian itu tidak bisa lagi dianggap dan digolongkan sebagai sekedar kesalahan pengetikan belaka.
Demikian hal mengenai tanggal putusan Pengadilan Tinggi Tanjungkarang yang dibatalkan oleh Putusan Mahkamah Agung Nomor 33 PK/KPUD/2008 tersebut yaitu ditulis tanggal 18 September 2008 , apabila dihubungkan dengan pendapat M. Yahya Harahap sebagaimana tersebut di atas, maka idak bisa lagi dianggap dan digolongkan sebagai sekedar kesalahan pengetikan belaka.
Dalam yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Nomor 1841 K/Pdt/1984 tanggal 23 Nopember 1985, tentang terdapat atau terjadinya kesalahan pengetikan yang masih dapat ditolerir dan cukup cuma diperbaiki saja, M. Yahya Harahap, mengambil contoh[17] :
- diketik/ditulis ”ditesang” ;
- padahal mestinya ditulis/diketik ”ditesangkan” (kurang akhiran ”kan.”
Dengan demikian tentang pertimbangan Majelis Hakim Agung pada halaman 18 Putusan Mahkamah Agung Nomor 33 PK/KPUD/2008 tanggal 19 Desember 2008 yang dikutip di atas dan juga tentang putusan Pengadilan Tinggi Tanjungkarang yang dibatalkan oleh Mahkamah Agung dengan putusannya itu yaitu putusan Pengadilan Tinggi Tanjungkarang tanggal 18 September 2008, yang bukan sekedar kurang akhiran ”kan” saja. Kesalahan sedemikian itu sudah tidak dapat lagi dianggap atau digolongkan sebagai hanya sekedar kesalahan penulisan atau pengetikan (clerical error) belaka yang dengan demikian sudah tidak bisa ditolerir lagi atau hanya cukup sekedar diperbaiki saja, melainkan harus dengan akibat batalnya demi hukum putusan Mahkamah Agung Nomor 33 PK/KPUD/2008 taggal 19 Desember 2008.
Bahwa Pasal 20 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 (dahulu dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970) berbunyi :
”Semua putusan Pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.”
Bertitik tolak dari ketentuan tersebut, salah satu syarat agar putusan sah dan mempunyai kekuatan hukum adalah harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum, dengan ancaman apabila hal itu tidak dipenuhi maka menurut hukum putusan tersebut sejak semula batal demi hukum (van rechtswege nietig, null and void ab intitio) ;
Oleh karena itu memenuhi perintah undang-undang tersebut dan sebagaimana tercantum di halaman akhir putusan Mahkamah Agung Nomor 33 PK/KPUD/2008 tanggal 19 Desember 2008 itu sendiri, putusan tersebut itupun diucapkan di muka sidang terbuka untuk umum, dalam arti kata dibacakan oleh Majelis Hakim Agung yang memeriksa dan memutus perkara tersebut yakni Prof. Dr. Paulus E. Lotulung, dkk. ;
Bahwa dari fakta sedemikian itu benar-benar tidak berdasarkan logika hukum jika sejumlah kesalahan di dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 33 PK/KPUD/2008 tanggal 19 Desember 2008 tersebut hanyalah sekedar kesalahan penulisan atau pengetikan belaka ; kalau semua itu hanya kesalahan pengetikan belaka kenapa ketika masing-masing hakim agung yang duduk di Majelis Hakim Agung yang memeriksa, memutus dan membacakan putusan tersebut tidak menemukan kesalahan itu dan tidak pula serta-merta mengoreksi atau memperbaiki kesalahan-kesalahan itu dengan cara me-renvoi masing-masing kesalahan itu ;
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya tentang eksistensi Pasal 103 ayat (1) huruf e dan Aspek serta bekerjanya hukum dalam melihat eksistensi hukum Pasal tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut :
- 1. KPUD telah melakukan penafsiran yang luas terhadap Pasal 103 ayat (1) huruf e. Bahwa pasal tersebut dapat dilaksanakan diluar waktu dan tempat peristiwa konkret yang terjadi. Sedangkan dalam Penjelasan Pasal 103 UU nomor 32 cukup jelas.
- 2. KPUD meskipun telah salah dalam menafsirkan Pasal 103 ayat (1) huruf e, akan tetapi relasinya dengan KPUD selakuj penyeolenggara Pilkada, memiliki kekuasaan untuk melaksanakan penghitungan ulang surat suara tidak sah sehingga penghitungan ulang tetap dilaksanakan.
- 3. Bahwa Segi Hukum pelaksanaan Penghitungan ulang, oleh lembaga peradilan di Lampung Utara (Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan) tidak cukup memiliki pengetahuan dan pengalaman yuridis terhadap perkara inkonkreto, sehingga tidak ada tindakan hukum untuk menghentikan atau memproses secara cepat perkara tersebut sebagai perkara yang melanggar Pasal 118 dan Pasal 1119 UU nomor 32 Tahun 2004.
- 4. Bekerjanya hukum dalam relasi badan peradilan pidana tidak terlepas dari aspek politik, sosial, ekonomi sehingga bekerjanya hukum menjadi lamban dan tidak mampu menjelaskan kebenaran yang seharusnya dapaat diungkap secara hukum. Demikian juga bekerjanya hukum dalam relasi dengan Mahkamah Agung yang kenyataannya tidak mencerminkan keadilan substansi dari proses hukumj yanag fair trial.
6.2 Saran
Berdasarkan Kesimpulan di atas dapat dikemukakan saran sebagai berikut :
- Penyelenggara Pilkada sebaiknya berasal dari unsur yang heterogin yaitu berasal dari Kepolisian dan Perguruan Tinggi dan Organisasi Profesi agar dapat menjamin netgralitas dan tanggung jawab pelaksanaan yang objektif dan demokratis.
- Lembaga Peradilan harus menjadi sistem penegakan hukum yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pilkada dengan pemahaman yuridis dari tahapan-tahapan sehingga dapat melakukan analisis yang tepat terhadap penyimpangan dan pelanggaran yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
- Rodee, Carlton Clymer 2000, Cs. Pengantar Ilmu Politik,Terj. Hamid Zulkifli,Raja Frafindo:Jakarta.
- Macridis, Roy C. 1996 Perbandingan Politik;Catatan dan Bacaan, Erlangga:Jakarta.
- Kelsen, Han 2006, Teori Hukum Murni:Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif Nusa Indah:Bandung.
- Ronny Hanitiyo Sumitro, Ronnny, 1994, Metodologi Penelitian Hukum dan Juri Metri, Ghalia Indonesia, Jakarta.
- Soekanto, Soerjono, dan Sri Mamuji,2003 Penelitian Hukum Normatif Rajawali Press:Jakarta.
- Darmodiharadjo dan Sidharta, Dardji, Sidharta, 1995 Pokok-Pokok Filsafat Hukum,Gramedia:Jakarta.
- Harahap, M. Yahya, 2008 Kekuasaan Mahkamah Agung Pemeriksaan Kasasi dan Peninjauan Kembali Perkara Perdata, Sinar Grafika, Cet.2 Jakarta.
- Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan Terhadap Penetapan Hasil Pilkada dan Pilwakada dari KPUD Propinsi dan KPUD Kabupaten/Kota.
- Pedoman Pelaksanan Tugas dan Administrasi Pengadilan Buku I, Penerbit Mahkamah Agung RI, Jakarta, Agustus 1993.
10. Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Buku II, Penerbit Proyek Pembinaan Tehnis Yustisial Mahkamah Agung, Jakarta Agustus 1997, Cetakan ke 2,Jakarta, Oktober 1997.
11. Rangkuman Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia, Penerbit Mahkamah Agung RI, Jakarta, 1993 ; Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Tahun 2005, Penerbit Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2006.
12. Pos kota, Jumat 22 Agustus 2008.
- Kompas, Jumat, 12 September 2008.
- Sinar Indonesia Baru, 8 Oktober 2008 sumber Metro TV.
15. Supriyatno, 2008 Peraturan Pemilihan Kepala Daerah;PILKADA,Pustaka Mina :Jakarta.
- Dirjen Otda Depdagri, Makalah, Evaluasi Satu Tahun Pilkada, tanggal 28 Juni 2006.
- Sutoro Eko, Menghapus Pilkada Langsung Yogyakarta.
18. Penyelenggara Pemilihan Umum, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, 2007 Pustaka Yusitisia:Jakarta.
[1] Jumat 22 Agustus 2008, (Pos Kota) Jelang digelarnya pemilihan bupati (pilbup), calon Bupati Lampung Utara, Hj. Zubaidah Hambali, 55, meninggal dunia di RS Mitra Keluarga, Kelapa Gading, Jakarta. Meninggalnya Hj. Zubaidah menyisakan persoalan serius bagi partai Golkar yang akan terancam hak politiknya sebagai partai pengusung. KPU tidak mungkin melakukan penggantian calon, karena kotak suara sudah dicetak dengan foto Hj. Zubaidah Hambali. Untuk mengganti, tidak ada waktu lagi mengingat pilbup akan digelar 3 September 2008.
[2] Bachtiar-Slamet Tolak Hitung Ulang – Pasangan kandidat bupati-wakil bupati Lampung Utara nomor urut dua, Bachtiar Basrie-Slamet Haryadi, menolak penghitungan ulang yang dilakukan KPU Lampung Utara. Pasalnya, pada penghitungan ulang, mereka yang awalnya unggul dinyatakan kalah dari pasangan lain. Pasangan usungan Koalisi Lampung Utara Bersatu tersebut mendatangi Kantor Bupati, KPU, dan Polres Lampung Utara pada Kamis (11/9) untuk meminta KPU mempertanggungjawabkan penghitungan ulang yang melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan keputusan KPU Lampung Utara. Pasangan itu juga meminta KPU Lampung Utara untuk berperan adil pada penghitungan suara Pilkada Lampung Utara. Pasangan itu mendatangi tiga tempat tersebut disertai 4.000 pendukung. Ketua Koalisi Lampung Utara Bersatu (KLUB) Syamsu Erfan Zen yang dihubungi Kompas mengatakan, masalah timbul setelah salah satu pasangan calon, yaitu pasangan calon nomor tujuh, Zubaidah Hambali-Subhan Effendi usungan Partai Golkar, digugurkan karena Zubaidah meninggal Jumat, 12 September 2008, Kompas.
[3] Lampung Utara (SIB) Mungkin sebagian orang menganggap, KPU tak mampu diseret ke meja hukum terkait kasus Pilkada. Sebuah anggapan yang wajar, karena belum pernah terjadi. Tapi kali ini tidak, karena Kapolda Lampung menetapkan seluruh anggota KPUD Lampung Utara sebagai tersangka.
Kepolisian Daerah Lampung menetapkan semua anggota KPUD Lampung Utara sebagai tersangka. Penetapan ke 5 anggota KPUD tersebut karena dianggap telah melakukan tindak pidana dalam Pilkada Lampung Utara 3 September lalu.
Mereka melakukan penghitungan suara tidak sah, di mana hasil penghitungan itu memenangkan pasangan Zainal Abidin dan Rohimat Aslan sekaligus menganulir pasangan Bahtiar dan Selamat Hariadi.
Kapolda Lampung mengatakan penghitungan ulang itu melanggar pasal 118 UU no 32 tahun 2004 yakni penghitungan ulang tanpa sepengetahuan panitia pemilihan kecamatan.
Di samping penetapan anggota KPUD Lampung Utara sebagi tersangka, ternyata Pilkada Lampung Utara masih dalam sengketa di mana saat ini dalam proses di Pengadilan Tinggi Lampung.
Pasangan Bahtiar, Slamat yang diusung koalisi partai kecil menggugat KPUD Lampung Utara karena kemenangan mereka dianulir melalui penghitungan ulang padahal sebelumnya mereka unggul tipis atas pasangan Zainal. Oktober 8th, 2008 (Metro TV).
[4] Baca Peraturan Pemilihan Kepala Daerah;PILKADA, Supriyatno,SH.,MH.,2008, (Jakarta.;Pustaka Mina)
[5] Selama setahun pelaksanaannya (dari Juni 2005 hingga Juni 2006), pilkada telah berlangsung di 250
daerah di Indonesia, yakni di 10 propinsi, 202 kabupaten, dan 38 kota. Dirjen Otda Depdagri, Evaluasi Satu Tahun Pilkada, tanggal 28 Juni 2006 di Jakarta.
[6] Sutoro Eko,2008 Makalah, Pilkada Langsung, (IRE) Yogyakarta.
[7] Demokrasi adalah sebuah proses yang bertahap yang dilakukan oleh masyarakat/warganegara di dalam menentukan dan menggunakan hak pilihnya tanpa ada campur tangan tuhan, campur tangan pemerintah. Demokrasi adalah hak pilih universal, hak setiap warga Negara untuk memilih atau dipilih. Pembatasan terhadap itu hanya untuk orang yang belum dewasa.Carlton Clymer Rodee, Cs. Pengantar Ilmu Politik,Terj..Hamid Zulkifli,2000 (Raja Frafindo:Jakarta). Hlm.218 Baca juga Roy C.Macridis,Bernard E.Brown, Perbandingan Politik;Catatan dan Bacaan,1996 (Erlangga:Jakarta),hlm.75-.108.
[8] Tentang KPU sebagai Penyelenggara Pemilihan Umum, baca Undang-Undang Penyelenggara Pemilu Nomor 22 Tahun 2007, 2007 (Pustaka Yusitisia:Jakarta).
[9] Lihat Ronny Hanitiyo Sumitro,SH.2004, Metodologi Penelitian Hukum dan Juri Metri (Jakarta:Ghalia Indonesia),hal.11 dan hlm.22. Baca juga Soerjonjo Soekanto, Sri Mamuji,2003 Penelitian Hukum Normatif (Rajawali Press:Jakarta),hlm.43.
[10] Teori hukum murni adalah teori hukum positif. Sebagai sebuah teori, terutama dimaksudkan untuk mengetahui dan menjelaskan tujuannya. Teori ini berupaya menjawab pertanyaan apa itu hukum dan bagaimana ia ada. Bukan bagaimana semestinya ada. Tujuan teori hukum murni adalah membersihkan ilmu hukum dari unsure-unsur asing. Inilah landasan metodologis teori ini. Hans Kelsen, Teori Hukum Murni:Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif,2006 (Nusa Indah:Bandung) Hlm.2-3.
Baca juga, Dardji Darmodiharadjo,Sidharta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum,(Gramedia:Jakarta),hlm.98. Menurut Hans Kelsen Hukum harus dibersihkan dari anasir-anasir yang no yuridis, seperti unsure sosiologis, politis, historis. Hukum sebagai suatu keharusan bukan kategori faktual.
[12] Bandingkan, Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan Terhadap Penetapan Hasil Pilkada dan Pilwakada dari KPUD Propinsi dan KPUD Kabupaten/Kota yaitu :
Pasal 2 ayat (5) Mahkamah Agung atau Pengadilan Tinggi memutus permohonan keberatan pada tingkat pertama dan terakhir.
Pasal 3 ayat (5) Keberatan yang diajukan oleh Pemohon atau kuasa hukumnya wajib menguraikan dengan jelas dan rinci tentang; a. Kesalahan dari Penghitungan suara yang diumumkan oleh KPUD dan hasil suara penghitungan yang benar menurut Pemohon; b. Permintaan untuk membatalkan hasil penghitungan suara yang diumumkan KPUD dan menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut Pemohon.”
Pasal 4 Ayat (6) Putusan Mahkamah Agung dan Putusan Pengadilan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), (3), (4) dan ayat (5) bersifat final dan mengikat.
[13] Pedoman Pelaksanan Tugas dan Administrasi Pengadilan Buku I, Penerbit Mahkamah Agung RI, Jakarta, Agustus 1993 ; dan Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Buku II, Penerbit Proyek Pembinaan Tehnis Yustisial Mahkamah Agung, Jakarta Agustus 1997, Cetakan ke 2,Jakarta, Oktober 1997
[14] Rangkuman Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia, Penerbit Mahkamah Agung RI, Jakarta, 1993 ; Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Tahun 2005, Penerbit Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2006.
[15] M. Yahya Harahap, SH, Kekuasaan Mahkamah Agung Pemeriksaan Kasasi dan Peninjauan Kembali Perkara Perdata, Penerbit Siar Grafika, Cetaka Kedua, Jakarta, Agustus 2008, terutama hlm. 357 – 359
[16] M.Yahya Harahap, Ibid.
[17] M. Yahya Harahap, SH, Kekuasaan Mahkamah Agung Pemeriksaan Kasasi dan Peninjauan Kembali Perkara Perdata, Penerbit Siar Grafika, Cetaka Kedua, Jakarta, Agustus 2008, terutama hlm. 357 – 359)